MAKALAH APRESIASI BUDAYA
APRESIASI TERHADAP ARCA BUDDHA DI KOMPLEKS
CANDI BOROBUDUR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Apresiasi adalah
penghargaan dan pemahaman atas suatu hal atau budaya yang sudah tertanam dalam
diri manuasia sejak lahir. Namun apresiasi dalam diri seseorang perlu terus
ditumbuhkan untuk lebih mempertajam kepekaan dalam mengapresiasi sesuatu.
Apresiasi bertujuan untuk membuat seseorang lebih peka dan lebih terbuka
terhadap masalah kemanusiaan dan budaya serta dapat bertanggung jawab atas
masalah – masalah tersebut. Namun kini
banyak kalangan muda yang seakan bersikap acuh terhadap budaya sendiri. Padahal
dalam budaya tersebut terkandung nilai – nilai yang berbudi luhur yang dapat
menuntun manusia menjadi pribadi yang lebih baik.
Candi Borobudur dibangun bukanlah tanpa
tujuan. Pada setiap sudut candi Borobudur terdapat ornamen yang menggambarkan
nilai luhur kemanusiaan. Pada dasarnya, candi ini merupakan candi yang kental
dengan ajaran buddha. Dari objek objek yang ada di kompleks candi, secara
keseluruhan menceritakan tentang hakekat manusia. Dan dari candi tersebut dapat
diambil suatu pesan makna untuk refleksi diri dan upaya perbaikan untuk menjadi
manusia yang sempurna.
Buddha adalah simbol dari manusia yang
telah sadar dan meninggalkan hal hal dunia untuk menjadi manusia mulia yang
seutuhnya, manusia yang mampu menghargai dan memahami kehidupan. Ajaran buddha
di kompleks candi Borobudur ini tertuang melalui relief - relief, arca buddha, tingkatan candi dan
berbagai ornamen candi lainnya yang sangat menggambarkan bagaimana sejatinya
manusia itu. Manusia dengan sikapnya yang rakus, tamak dan semena – mena,
manusia dengan segala kepiluan dalam menjalani kehidupan serta manusia dengan
segala daya dan usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dengan melakukan apresiasi terhadap
Candi Borobudur, mengungkap makna dan nilai dibalik simbol – simbol budaya,
maka pengetahuan dan rasa menghargai atas suatu hasil budaya akan terus tumbuh
dan berkembang.
B. TEORI
Dalam mempelajari suatu hasil budaya, sangat perlu untuk
mengetahui wujud kebudayaan itu sendiri. Menurut J.J. Hoenigman, wujud
kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
·
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang
sifatnya abstrak tidak dapat diraba atau disentuh.
·
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula
disebut dengan sistem social, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat
diamati dan didokumentasikan.
·
Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Koentjaraningrat juga mengemukakan hal serupa dengan J.J. Hoenigman.
Koentjaraningrat juga menyatakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa,
kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi
sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh
unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan
universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat
menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma dalam tiga wujud
kebudayaan,
Dalam kasus
Candi Borobudur ini, 3 wujud kebudayaan yang ada yaitu :
·
Gagasan
Gagasan atau ide yang terkandung adalah bagaimana
masyarakat dulu berusaha untuk menegakkan nilai moral dan memberikan pesan
melalui ajaran – ajaran Buddha
·
Aktivitas
Fungsi
utama dari candi Borobudur adalah sebagai vihara sehingga tempat ini digunakan
sebagai tempat peribadatan para penganut buddhisme.
·
Artefak
Hasil ciptaannya berupa bangunan candi itu sendiri
yang merupakan perwujudan dari gagasan dan aktivitas manusia.
C. TUJUAN PENULISAN
·
Untuk mengetahui
hakekat Candi Borobudur
·
Untuk memberikan
gambaran mengenai nilai – nilai Buddha pada Candi Borobudur
·
Untuk menuliskan
apresiasi penulis terhadap objek yang diapresiasi
D. MANFAAT PENULISAN
Bagi Mahasiswa
·
Memahami nilai –
nilai yang terkandung di Candi Borobudur
·
Membuka pemikiran
mahasiswa untuk lebih mengapresiasi terhadap budaya yang ada
·
Dapat mengambil
makna dan menerapkan nilai yang terkandung dalam suatu budaya untuk memperbaiki
diri.
Bagi Masyarakat Umum
·
Menambah wawasan
masyarakat mengenai hakekat dari Candi Borobudur
·
Menambah tingkat
apresiasi masyarakat terhadap suatu budaya
·
Mengenalkan makna dan nilai yang terkandung dari
sebuah budaya
atau peninggalah sejarah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
CANDI BOROBUDUR
Borobudur
adalah sebuah kompleks candi Buddha yang berada dikawasan Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah. Candi ini dibangun pada masa dinasti Syailendra dan ditemukan pada
masa pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles dan sekarang pemerintah Indonesia
menjadika Candi Borobudur ini sebagai sebuah objek wisata. UNESCO pernah
mencatatakan cansi ini sebagai salah satu situs peninggalan sejarah dan kuil
terbesar didunia. Kata “boro” / “bara” berarti bangunan (candi) atau vihara,
sedangkan kata “budur” / “beduhur” berarti kawasan tanah tinggi, sehingga
Borobudur berarti bangunan candi yang dibangun diatas kawasan yang tinggi. Candi
ini dibangun diatas ketinggian 265 mdpl dengan ketinggian candi yang mencapai
42 meter. Candi Borobudur terdiri atas susunan puzzle atau lego dari sekitar 2
juta balok batu andesit yang dipahat.
Monumen ini terdiri
atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran
melingkar dengan stupa – stupa kecil dan satu stupa induk pada puncaknya. Pada
tahun 1929 Prof. Dr. W.F. Stutterheim telah mengemukakan teorinya, bahwa Candi
Borobudur itu hakekatnya merupakan “tiruan” dari alam semsta yang menurut
ajaran Buddha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1). Kamadhatu; (2).
Rupadhatu; dan (3). Arupadhatu.
Bagian “kaki” melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang
masih dikuasai oleh kama atau nafsu (keinginan) yang rendah, yaitu dunia
manusia biasa seperti dunia kita ini. Rupadhatu (lantai 1 hingga lantai 9),
yaitu dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari ikatan nafsu, tetapi maish
terikat oleh rupa dan bentuk, yaitu dunianya orang suci dan
merupakan
“alam antara” (rupadhatu) yang memisahkan “alam bawah” (kamadhatu) dengan “alam
atas” (arupadhatu). Arupadhatu (lantai 10 hingga ke puncak stupa – dulunya
stupa ini masih memiliki ujung seperti payung bertingkat tiga), yaitu “alam
atas” atau nirwana, tempat para Buddha bersemayam, dimana kebebasan mutlak
telah tercapai, bebas dari keinginan dan bebas dari ikatan bentuk dan rupa.
Karena itu bagian Arupadhatu itu digambarkan polos, tidak ber-relief.
Pada
dinding candi tedapat sekitar 2672 panel relief. Cara membaca relief tersebut adalah
dengan membaca searah jarum jam.
Awal cerita
akan dimulai dan berkahir di pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya. Relief
- relief tersebut menceritakan cerita yang sering disebut Karmawibhanga, Jatakamala, Awadana, Gandawyuha dan Bhadracari.
Karmawibhangga adalah relief yang menggambarkan
suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat (hukum karma). Di zona Kamadhatu, beberapa
relief-relief Karmawibhangga menggambarkan hawa nafsu manusia,
seperti perampokan, pembunuhan, penyiksaan, dan penistaan. Tidak hanya
menggambarkan perbuatan jahat, Relief Karmawibhanga yang dipahat di atas 160
panil juga menggambarkan ajaran sebab akibat perbuatan baik.
Lalitawistara adalah relief yang menggambarkan
riwayat sang Buddha dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita hingga
kisah ajaran pertama yang beliau lakukan di Taman Rusa yang berada di dekat
Kota Banaras. Relief Lalitawistara berjumlah
120 panil namun tidak secara lengkap menggambarkan kisah sang Buddha.
Jataka dan Awadana adalah relief tentang Sang Buddha
sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Terpahat di tingkat kedua candi
(lorong 1), relief ini bercerita tentang kebaikan sang Buddha dan pengorbanan
diri yang ia lakukan dalam berbagai bentuk reinkarnasinya, baik sebagai manusia
atau binatang. Perbuatan baik inilah yang membedakannya dengan makhluk
lain. Apalagi berbuat baik adalah tahapan persiapan dalam usaha menuju tingkat
Buddha yang lebih tinggi.
Gandawyuha adalah deretan relief yang terpahat
rapi di dinding Borobudur sejumlah 460 panil yang terpahat di dinding serta
pagar langkan. Pahatan relief ini tersebar di tingkatan candi yang
berbeda-beda. Berkisah tentang
Sudhana, putera seorang saudagar kaya yang berkelana dalam usahanya mencari
pengetahuan tertinggi atau kebenaran sejati. Penggambarannya pada panil-panil
didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha. Sementara itu,
untuk bagian penutupnya, kisah relief berdasarkan cerita kitab lain,
yaitu Bhadracari. Kisah
ini adalah tentang sumpah Sudhana untuk menjadikan Bodhisattwa Samantabhadra
sebagai panutan hidupnya.
B.
ARCA BUDDHA
Arca adalah patung yang dibuat dengan tujuan utama
sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja tuhan atau dewa-dewinya. Arca berbeda dengan patung pada umumnya, yang
merupakan hasil seni yang dimaksudkan sebagai sebuah
keindahan. Oleh karena itu, membuat sebuah arca tidaklah sesederhana membuat
sebuah patung. Arca memiliki ornament – ornament khusus. Arca yang ada di
kompleks candi Borobudur berjumlah 504 buah arca. Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca dengan ukuran semakin ke atas
semakin kecil dan diletakkan pada relung, diteras I sebanyak 104 arca,
teras II sebanyak 104 arca, teras III sebanyak 88 arca, teras IV sebanyak 72
arca, dan teras V sebanyak 64 arca. Pada
tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran yang sama dan
diletakkan di dalam stupa, diteras VI sebanyak 32 arca, teras VII sebanyak 24
arca, dan teras VIII sebanyak 16 arca.
Secara sepintas, arca – arca tersebut memiliki bentuk
yang sama, namun sebenarnya mereka memiliki posisi dan sikap tangan yang
berbeda – beda. Sikap tangan inilah yang menjadi ciri khas
pengelompokkan setiap arca Budha di candi ini, ciri ini dikenal dengan istilah
Mudra arah mata angin atau yang biasa disebut dengan Dhayani Budha. Mengikuti
urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam
dimulai dari sisi Timur, maka mudra arca-arca
buddha di Borobudur adalah:
Arca
|
Mudra
|
Melambangkan
|
Dhyani Buddha
|
Arah Mata Angin
|
Lokasi Arca
|
|
Bhumisparsa
mudra
|
Memanggil
bumi sebagai saksi
|
|
Timur
|
Relung di pagar
langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi timur
|
|
Wara
mudra
|
Kedermawanan
|
|
Selatan
|
Relung di pagar
langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi selatan
|
|
Dhyana
mudra
|
Semadi
atau meditasi
|
|
Barat
|
Relung di pagar
langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi barat
|
|
Abhaya
mudra
|
Ketidakgentaran
|
|
Utara
|
Relung di pagar
langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi utara
|
|
Witarka
mudra
|
Akal
budi
|
|
Tengah
|
Relung di pagar
langkan baris kelima (teratas) Rupadhatu semua sisi
|
|
Dharmachakra
mudra
|
Pemutaran
roda dharma
|
|
Tengah
|
Di dalam 72 stupa di 3
teras melingkar Arupadhatu
|
Arca
buddha adalah perwujudan fisik ( yang mengambil gambaran fisik) dari sang
Buddha Gautama atau Siddharta Gautama (guru pendiri agama buddha). Buddha berasal dari bahasa
Sansekerta : बुद्ध berarti mereka yang sadar atau yang mencapai pencerahan sejati, dan
dari perkataan Sanskerta "Budh" adalah gelar kepada individu yang
menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang
kesadarannya. Dan dalam penggunaan katanya merujuk pada Siddharta Gautama
sebagai contoh manusia yang telah sadar bukan sebagai sang pemilik kehidupan.
Wujud
dan sifat Buddha tidak dapat diketahui hanya dengan melihat saja karena wujud
dan sifat tersebut bukanlah Buddha yang sejati. Jalan yang benar untuk mengetahui Buddha adalah dengan membebaskan diri dari hal-hal duniawi/menjalani
hidup dengan cara bertapa. Buddha sejati tidak dapat dilihat oleh mata manusia
biasa, sehingga Sifat Agung seorang Buddha tidak dapat dilukiskan dengan
kata-kata. Namun Buddha dapat mewujudkan dirinya dalam segala bentuk dengan
sifat yang serba luhur. Apabila seseorang dapat melihat jelas wujudnya atau
mengerti Sifat Agung Buddha, namun tidak tertarik kepada wujud atau sifatnya,
dialah yang sesungguhnya telah mempunyai kebijaksanaan untuk melihat dan
mengetahui Buddha dengan benar. Pada hakekatnya Buddha adalah tindak tanduk
yang mulia yang membuat manusia sadar atas godaaan duniawi dan berfokus pada
kesejahteraan sosial yang bermoral dan berbudi luhur.
Arca buddha yang mengacu pada Siddharta
Gautama ini memiliki karakteristik di beberapa bagian. Pada ujung kepala, rambut Sang Budha
keriting dan selalu searah jarum jam dan disanggul yang disebut ushnisa. Pada
dahinya terdapat tonjolan kecil yang disebut urna. Pada
leher Sang Budha jika diperhatikan terdapat garis-garis sebanyak tiga buah yang
melambangkan kesabaran dan juga sebagai manusia sempurna. Arca Budha memiliki
telinga yang panjang sebagai gambaran kalau Buddha itu Maha Mendengar. Mata Buddha
digambarkan setengah terpejam karena melambangkan orang yang melakukan
yoga yang bertujuan untuk membantu konsentrasi. Setelah memejamkan mata
kemudian perhatian diarahkan ke ujung hidung untuk bisa membantu konsentrasi. Pada
bagian tubuh, arca Buddha tidak ada yang memakai baju kebesaran. Jika ada,
mereka hanya memakai jubah. Jubah itu pun hanya menutup sebagian dadanya. Tidak
ada yang penuh menutupi seluruh tubuhnya. Dada bagian kanan dibiarkan terbuka,
sedangkan bagian kiri tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa Buddha telah
meninggalkan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Untuk menjadi buddha
bukanlah perkara mudah dan hal tersebut membutuhkan waktu yang lama. Hal
tersebut digambarkan melalui kisah hidup sang Buddha Gautama. Bagaimana ia
dahulu adalah seorang pangeran yang meninggalkan kemegahan kehidupan mewah ala
istana dan hidup dihutan sebagai pertapa demi menjadi manusia yang sempurna dan
lebih memahami arti kehidupan yang sebenarnya. Arca yang terdapat di kompleks
candi ini menggambarkan bagaimana tahapan tahapan untuk menjadi Buddha. Arca
yang ada di tingkatan Kamadhatu menggambarkan bahwa sebelum sesorang menjadi
Buddha ia hanyalah manusia biasa dengan segala nafsu duniawi. Kemudian pada
tingkat Rupadhatu, disini perjalan untuk menjadi Buddha sudah sampai setengah
jalan. Dan pada tingkatan Arupadhatu, disini arca Buddha berada di dalam stupa
berongga yang menggambarkan ia telah melepaskan hal – hal duniawi dan siap
menerima pencerahan sang pencipta alam untuk menjadi sempurna.
C.
APRESIASI
PENULIS
Dari apa yang ada di Candi Borobudur, kita dapat mengetahui tahapan
tahapan untuk menjadi manusia seutuhnya. Kata “Buddha” sebenarnya bukan hanya
mengacu pada sebuah ajaran agama, melainkan ajaran mengenai kehidupan. Kata
Buddha mempunyai makna manusia yang telah sadar yang mendapat pencerahan sejati
mengenai kehidupan manusia. Sedangkan arca Buddha adalah tiruan fisik dari sang
Buddha Gautama atau Siddharta Gautama. Arca Buddha di hormati atau dipuja
sebagai bentuk penghormatan atas ajaran Siddharta Gautama, dan para buddhisme
menghormati sang Buddha Gautama sebagai sarana penghormatan kepada sang
pencipta alam. Arca Buddha yang ada disetiap tingkatan candi pun menggambarkan
bagaimana para Buddha melewati tahapan demi tahapan untuk menjadi sempurna
dengan didukung cerita dari relief – relief di dinding candi. Perjalanan
Siddharta Gautama untuk menjadi seorang Buddha bukanlah hal yang mudah dan
butuh waktu yang lama. Tujuan sang Buddha adalah untuk menjadi manusia
seutuhnya yang berbudi luhur. Hal ini dapat dihubungkan dengan 7 unsur
kemanusiaan. Dimana cinta kasih, keindahan, penderitaan, keadilan, pandangan
hidup, tanggung jawab, kegelisahan dan harapan, menjadi hal penting yang
terdapat dalam setiap ajaran untuk menjadi pribadi lebih baik.
·
Cinta kasih
Cinta kasih yang tersirat dari Buddha (arca Buddha)
adalah sebagaimana untuk menjadi Buddha
haruslah peduli terhadap semua makhluk. Saling membantu, saling
menyayangi, melakukan segala sesuatunya dengan baik dan senang tanpa harus
mengeluhkan apa yang menjadi kekurangan.
·
Keindahan
Arca Buddha memiliki keindahan tersendiri dengan
detail – detail arca yang khas. Keagungan sifat sang Buddha Gautama yang
menjadi contoh manusia yang telah sadar serta guru besar buddhisme menjadi
inspirasi pembuatan arca ini. Penempatan serta mudra dari arca – arca ini
memiliki nilai tersendiri dan mereka tersusun indah menjadi kesatuan dari Candi
Borobudur.
·
Penderitaan
Untuk menjadi Buddha dipenuhi oleh jalan yang penuh
lika – liku. Melewati berbagai macam penderitaan. Sebagaimana dalam cerita
Lalitawistara, Jataka dan Awadana, kehidupan yang dialami oleh Siddharta
Gautama ketika ia memulai jalannya menjadi bikkhu, ia meninggalkan kehidupan
mewahnya dan menjadi pertapa. Ia selalu bertanya kenapa manusia menderita, kenapa
manusia sakit, tua, mati dan mengapa pula ada orang suci. Demi mencari jawaban
atas pertanyaanya ia rela menderita dan mengorbankan yang dimilikinya, melawan
godaan setan, cacian serta maut hampir merenggut nyawanya. Semua dilalui demi
sebuah tujuan yang mulia dan denga penderitaan itulah ia lebih memahami dan
menghargai kehidupan serta berusaha untuk memperbaiki apa yang salah.
·
Keadilan
Seorang Buddha selalu bersikap adil. Memperlakukan
segala sesuatunya secara sama sebagaimana mestinya. Menempatkan semua hal pada
tempatnya. Buddha mengajarkan untuk menempatkan hak dan kewajiban dengan
sejajar. Apa yang diterima sebanding dengan apa yang diberikan, jangan serakah
dan menang sendiri. Hal itu akan merusak diri sendiri dan merusak tatanan
social yang ada. Jika keadilan tidak ditegakkan dengan baik maka banyak hal
lain yang menjadi rusak karena tidak diperlakukan sebagaimana seharusnya
dilakukan.
·
Pandangan hidup
Buddha mempunyai pandangan hidup sebagai pribadi yang
berbudi luhur meninggalkan hal yang bersifat duniawi. Dalam menjalani kehidupan
janganlah hanya mengejar kenikmatan duniawi namun baiknya juga mengejar
kenikmatan yang abadi (akhirat), karena kenikmatan duniawi hanya sementara dan
terkadang sifatnya merusak. Oleh karenanya, baiknya mempunyai pandangan hidup
yang sederhana namun didalamnya selalu mengutamakan kebaikan dan kesejahteraan
bersama. Dalam menjalani hidup haruslah sungguh sungguh dan tidak mudah
menyerah
·
Tanggung jawab
Manusia harus mempertanggung jawabkan apa yang telah
diperbuat. Buddha selalu konsekwen atas apa yang diucapkannya dan menanggung
segala resiko akan perbuatannya. Orang akan dihargai atas tindakannya, jika
seseorang bersikap pengecut ditak mengakui kesalahannya, maka secara tidak
langsung ia telah menjauhkan dirinya sendiri dari lingkungan social.
Sebaliknya, jika seseorang mempertanggung jawabkan perbuatannya, sekalipun itu
hal terburuk yang terjadi justru ia lah yang mempunyai sikap terpuji. Semua
tindakan manusia akan mengikuti seleksi alam.
·
Kegelisahan
Kegelisahan yang dialami para Buddha yaitu ketika
mereka mulai meninggalkan hal – hal duniawi dan berusaha lepas dari segala
godaan yang datang. Hal ini akan menimbulkan kehati-hatian yang berlebih karena
cemas jikalau mereka melakukan kesalahan dan terhasut rayuan setan. Dan
sesungguhnya kegelisahan inilah yang menghambat proses untuk berjalan maju.
Namun hal ini dapat diatasi dengan selalu berfikiran positif dan optimis serta
berusaha sebaik mungkin, focus terhadap proses yang sedang dikerjakan bukan
focus pada tujuan akhirnya saja.
·
Harapan
Dalam hidup harus punya harapan karena harapanlah yang
menjadi motivator untuk menjadi lebih baik. Seperti kisah Buddha ketika ia
bertapa hingg tubuhnya hanya tersisa tulang dan susah untuk bertahan hidup, ia
tetap bertahan dengan harapan ketika ia selesai bertapa ia akan mendapat
pencerahan. Dan ketika ia tidak berputus asa dan terus menatap harapannya,
kejaiban pun dating padanya. Ia mendapat pencerahan dan menerima anugerah
berupa pancaran sinar emas dari tubuhnya dan sinar warna biru, merah, putih dan
kuning dari posisinya bersila dan sinar tersebut berbentuk menyerupai teratai.
Ini menunjukkan bahwa dengan memiliki harapan dan terus berusaha maka banyak
hal yang bias terjadi, bahkan yang tidak terpikirkan sekalipun. Karenanya
harapan harus terus dipupuk dengan usaha supaya bisa menjadi kenyataan.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Buddha adalah manusia yang telah sadar dan mendapat
pencerahan mengenai kehidupan dan menjadi manusia yang berbudi luhur. Candi
Borobudur menggambarkan bagimana tahapan – tahapan untuk menjadi Buddha dan
meninggalkan hal duniawi. Candi yang dibangun bertingkat – tinggat
mengisyaratkan bahwa untuk mencapai sesuatu hal harus dimulai dari dasar dan
melalui perjuangan yang panjang dengan segala godaan yang menerpa. Kemudian
ketika sampai di puncak dan mencapai tujuan, haruslah selalu memandang kebawah
untuk melihat bagaimana perjuangan untuk sampai diatas supaya tidak lupa
seperti apa ia sebelumnya dan supaya tidak melakukan kesalahan yang sama.
2.
SARAN
Kepada
Pemerintah dan Instansi terkait
·
Ada baiknya jika
memberi perhatian lebih pada peninggalan bersejarah yang ada supaya tetap
terjaga
·
Menggali lebih
banyak potensi peninggalan sejarah yang belum terekspos dan melakukan
konservasi peninggalan sejarah atau budaya yang belum dikembangkan
Kepada
Masyarakat
·
Masyarakat perlu
melakukan lebih banyak apresiasi dan memperbanyak pengetahuan mengenai peninggalan
sejarah supaya dapat turut serta mengembangkannya dan melestarikannya
·
Hendaknya
masyarakat dan pengunjung ikut menjaga ketertiban, keamanan dan kebersihan di
areal wisata candi supaya tetap terlihat indah
3.
KRITIK
·
Didalam kompleks
candi, ada 250 arca yang kepalanya belum terpasang dikarenakan kepala arca yang
tersedia hanya sekitar 55 buah saja. Namun alangkah baiknya jika kepala arca
tersebut segera dipasang supaya arca – arcanya terlihat lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur
http://www.karatonsurakarta.com/borobudur.html
https://ariesaksono.wordpress.com/2008/01/15/arca-budha-candi-borobudur/
http://id.wikipedia.org/wiki/Siddhartha_Gautama
http://dhany-sites.blogspot.com/2013/04/arca-dalam-candi-borobudur.html
FOTO
Koleksi Pribadi
https://www.google.com/search?q=tingkatan+candi+borobudur&espv=2&biw=1366&bih=624&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=zKWmVNyMEISWuASU6oHQBw&ved=0CAYQ_AUoAQ#tbm=isch&q=borobudur+temple&imgdii=_